Secuil Cerita Osaka
-Part1-
|
Tiga bulan lalu aku menerima
ijazah sarjana. Sejak saat itu namaku bertambah panjang karena gelar sarjana
yang tercantum di dalamnya. Ayuri Risma Harumi, S.S.
Itulah namaku yang bersanding anggun dengan gelar
Sarjana Sastra. Aku yang biasa dipanggil Yuri,
adalah lulusan Sastra Jepang sebuah universitas ternama di kota Yogyakarta.
Mahasiswi yang biasa-biasa saja dan lulus tanpa selempang cumlaude, itulah
aku. Ketika teman-temanku sedang sibuk mencari pekerjaan atau bahkan sedang
beradaptasi dengan lingkungan kerja baru, aku masih saja berkutat dengan
pertanyaan besar di otakku. Adakah Islam di Negeri Jepang?
*
* *
“Kring...
Kring...” Alarm jam weker berbunyi
sangat nyaring dan memaksaku untuk segera mengakhiri tidur panjangku.
“Udah
pagi lagi.” Gumamku sambil mengusapkan telapak tanganku ke seluruh bagian
wajah.
“Yuri,
cepat bangun sholat dulu nak.”
Kata mama dari balik pintu kamarku yang masih tertutup rapat.
“Iya, ma. Yuri udah bangun,
langsung sholat kok.” Jawabku sambil beranjak pergi dari kasur dan kamarku.
Seperti
biasa, pukul 04.00 WIB bangun lalu melaksanakan sholat subuh. Selesai sholat
subuh, aku sempatkan untuk bertadarus walaupun hanya beberapa ayat saja. Sejak
dulu, orangtuaku selalu memprioritaskan agama dalam keluarga, sehingga nilai-nilai
Islam tertanam kuat di dalam diriku.
“Iya
selamat pagi Yuri sayang...”
Balas mama yang diikuti dengan senyum dari papa.
“Pa, Yuri mau ngomong
sesuatu.” Kataku dengan penuh
keyakinan.
“Iya,
ada apa nak ? Mau nglamar kerja?” Jawab Papa dengan wajah berseri-seri.
“Bukan,
pa. Yuri mau jalan-jalan ke Jepang. Yuri pengen tau lebih banyak tentang
Jepang, pa. Bolehkah?” Dengan penuh keyakinan dan keseriusan, aku mengungkapkan
keinginanku.
“Papa
sih boleh-boleh aja, asal itu kegiatan positif. Tanya mamamu dulu.” Kualihkan
pandanganku ke arah mama.
“Ma...
Bolehkan? Yuri gak aneh-aneh kok, Yuri cuma
pengen ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat
Jepang.” Jelasku pada mama berharap hati mama luluh.
“Hmm...
Kalau papa ngasih ijin, mama juga ngijinin.” Jawab
mama.
“Yaudah,
kapan kamu mau ke Jepang?”
Balas papa seketika membuatku bahagia.
“Makasih pa, ma. Secepatnya, pa.
Yuri udah ngurus syarat-syarat buat ke Jepang pake tabunganku. Minggu
depan Yuri berangkat.” Jelasku pada mereka.
“Wah,
anak mama hebat.” Ujar mama dengan mata yang berkaca-kaca.
Comments
Post a Comment