(masih) Secuil Cerita Osaka



            Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Sesuai dengan rencana awal, hari ini adalah jadwal keberangkatanku ke Jepang. Perjalanan yang cukup jauh dan lama. Pesawat yang akan aku naiki memerlukan waktu 12 jam dengan rute Jakarta - Singapura - Korea - Jepang. Harapanku, semoga perjalanan ini lancar hingga 5 hari ke depan.     
            “Yuri, ketika kamu di jepang nanti, jangan lupa sholat dan berdoa. Jaga diri baik-baik ya nak. Mama selalu doain Yuri.” Ucap mama sambil berlinang air mata.
            Ini adalah kali pertama aku pergi ke Jepang, dan aku pergi hanya seorang diri. Mungkin perjalanan ini akan menjadi perjalanan yang luar bisa.
            “Papa udah menghubungi teman papa di Jepang. Dia akan menemanimu di Jepang nanti. Tak usah khawatir, selalu berdoa ya.” Ucapan papa begitu melegakanku.
Pesawat sudah siap, waktunya untuk pergi dan meninggalkan kedua orangtuaku untuk sementara waktu.
            “Pa, ma, Yuri pamit dulu ya.” Air mataku jatuh ketika mengucapkan kata-kata itu.

            “Iya, hati-hati ya nak. jangan lupa kirim kabar ke mama dan papa.” Ujar mama.
            “Baik, ma. Assalamu’alaikum. Sayounara[1]...
            “Waalaikumsalam. Hati-hati nak..
            Perlahan aku melangkah meninggalkan mereka menuju pesawat yang akan mengantarkanku ke Jepang.

*  *  *

            “Alhamdulillah” Kataku dalam hati.
            Akhirnya aku sampai di Kansai International Airport[2], pertama kali aku menginjakkan kaki di Osaka, Jepang. Rasa syukur, senang, sedih, tidak percaya, semua itu memenuhi benakku. Aku berjalan dengan pasti menuju pintu keluar dari bandara ini. Aku segera mencari teman papa. Aku layangkan pandanganku ke seluruh penjuru tempat ini. Aku belum pernah bertemu dengan teman papa sebelumnya. Aku hanya tahu dia dari foto yang diberikan papa saat aku masih di Jakarta.
            “Mana ya orangnya?” Gumamku ketika berada di depan pintu keluar.
            Dari sekian banyak orang yang ada di hadapanku, ada seorang laki-laki bertubuh tinggi dan kurus sedang mengangkat papan kecil bertuliskan “Ayuri, Indonesia”. Aku segera berjalan menghampirinya.
            “Ohayou gozaimasu[3], Ayuri desu.” Kataku sambil ojigi[4] di hadapan orang Jepang itu.
            “Ohayou gozaimasu. Dari Indonesia?” Tanyanya dengan logat bahasa Jepangnya.
            “Hai[5]. Loh, bisa bahasa Indonesia?” Tanyaku terheran-heran.
            “Iya, saya bisa berbahasa Indonesia. Satu tahun di Indonesia dan belajar bahasa Indonesia. Otousan[6], dulu saya belajar dari dia.” Jelasnya dengan bahasa Indonesia tapi masih kental dengan logat Jepangnya.
            “Ja, okaerimashou[7]. Ajaknya sambil tersenyum ramah padaku.
Kami berdua berjalan meninggalkan bangunan yang sangat megah itu.


[1]   Sayounara : Selamat tinggal
[2]   Kansai International Airport : Bandara Internasional Jepang
[3]   Ohayou gozaimasu : Selamat pagi
[4]   Ojigi : Membungkukkan badan 45°
[5]   Hai : Iya
[6]   Otousan : Sebutan ayah (orang lain)
[7]   Okaerimashou : Mari pulang

Comments

Popular posts from this blog

Penghujung Februari

Ekstensi Tuh Kayak Gini

Natural Approach