Seni Retorika
SENI RETORIKA
Mata Kuliah:
Kyoiku Shinrigaku
Dosen Pengampu:
Imam Suprabowo
1.
Sejarah
Retorika berasal dari bahasa Inggris “rhetoric” dan bersumber dari perkataan
latin “rhetorica” yang berarti ilmu
berbicara. Retorika sebagai suatu ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris,
umum, dan akumulatif (Harsoyo dalam Susanto, 1988:73-74).
Teori retorika adalah cara menggunakan seni berbahasa yang berpusat pada
pemikiran mengenai retorika (gaya berbahasa/seni berbahasa), yang disebut oleh
Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Seorang pembicara yang
tertarik untuk membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris
yaitu logika (logos), emosi (pathos) dan etika/kredibilitas (ethos).
Retorika
dipelajari, diawali, dan dilaksanakan di negara-negara yang menganut demokrasi
langsung, yakni Yunani dan Romawi. Pada waktu itu, retorika memiliki beberapa
fungsi (Sunarjo, 1983: 55), yakni untuk mencapai kebenaran/kemenangan bagi
seseorang atau golongan dalam masyarakat; untuk meraih kekuasaan, yakni
mencapai kemenangan seseorang atau kelompok dengan pemeo “siapa yang menang
dialah yang berkuasa sebagai alat persuasi yang digunakan untuk mempengaruhi
manusia lain”.
Dalam doktrin retorika Aristoteles terdapat tiga
teknis alat persuasi politik yaitu deliberatif,
forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan
diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan
saat sekarang. Retorika forensik lebih
memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa
lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan
pada epideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan
memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.
2. Asumsi Teori Retorika
a.
Pembicara yang efektif harus
mempertimbangkan khalayak.
Asumsi
ini menekankan bahwa hubungan antara pembicara-khalayak harus dipertimbangkan.
Para pembicara tidak boleh menyusun atau menyampaikan sebuah gagasan atau pidato
dengan seni berbahasa yang dimilikinya tanpa mempertimbangkan atau
memperhatikan khalayakn, tetapi harus berpusat pada khalayak.
b.
Pembicara yang efektif menggunakan
beberapa bukti dalam presentasi. Asumsi ini berkaitan dengan apa yang dilakukan
pembicara dalam persiapan penyampaian gagasan atau pidato mereka dan dalam
pembuatan pidato tersebut. Bukti-bukti yang dimaksudkan ini merujuk pada
cara-cara persuasi yaitu: ethos, pathos dan logos.
3. Hukum Retorika
a. Penciptaan (Invention)
Pengertian
penciptaan sudah meluas dan mengacu pada pengertian konseptualisasi, yaitu
proses pemberian makna terhadap data melalui interpretasi.
b. Pengaturan (Arrangement)
Kemampuan
untuk menyatukan, mengintegrasikan, dan merangkul semua pihak yang
beranekaragam dalam audiens.
c. Gaya (Style)
Gaya
beretorika secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui media massa dan
tokoh masyarakat.
d. Penyampaian (Delivery)
Kemampuan retorikan
untuk membagi dan menyebarluaskan informasi.
e. Ingatan (Memory)
Ingatan tidak lagi
hanya mengacu kepada
ingatan sederhana terhadap suatu pidato atau ucapan namun mengacu kepada sumber
ingatan budaya yang lebih luas termasuk juga proses persepsi yang mempengaruhi
bagaimana kita memperoleh dan mengolah informasi.
4. Kajian
Retorika
a. Monologika: pidato, ceramah, MC
b. Dialogika: diskusi, tanya-jawab,
debat
5. Jenis Retorika
a. Retorika
forensic (forensic rhetoric)
Pidato
forensic atau juga disebut pidato yudisial biasanya ditemui dalam kerangka
hukum.
b. Retorika
epideiktik (epideictic rhetoric)
Pidato
epideiktik sering disebut juga pidato seremonial.
c. Retorika
deliberative (deliberative rhetoric)
Pidato
deliberative sering disebut juga dengan pidato politis.
6. Alasan
Belajar Retorika
a. Satu bidang ilmu yang penting
b. Sukses besar dalam hidup dan
kariernya sebagai pemimpin
c. Alat penting untuk mempengaruhi dan menguasai manusia
d. Bagi pedagang, menjadi sarana penting untuk menjualbelikan
barang dagangan.
Daftar Pustaka:
Hendrikus, P. (1991). Retorika.
Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI)
(Diakses pada Kamis, 29 September 2016, pukul 08:40 WIB)
(Diakses pada Kamis, 29 September 2016, pukul 08:450 WIB)
https://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/view/839/686
(Diakses pada Sabtu, 1
Oktober 2016, pukul 14:49 WIB)
Comments
Post a Comment